Rabu, April 23, 2008

Pendanaan Pesangon Bagi Karyawan

Beberapa waktu terakhir kalau kita baca di koran ada maskapai penerbangan nasional yang terpaksa dihentikan kegiatannya oleh Pemerintah akibat berbagai macam permasalahan yang menimpanya. Maskapai yang sebagian besar sahamnya ini dimiliki oleh suatu keluarga besar dan group konglomerat dicabut izinnya sejak beberapa waktu yang lalu dan akhirnya menyisakan masalah-masalah khususnya berkaitan dengan ketenagakerjaan.

Pihak perusahaan menjanjikan bahwa gaji akan tetap dibayarkan untuk beberapa bulan mendatang namun sempat terjadi demo karena gaji terakhir bulan Maret belum dibayarkan. Betapa sedihnya bagi karyawan-karyawan yang mengalami hal itu. Bagaimana rasanya bagi karyawan yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga tentunya akan sangat merasakan kesulitan yang dihadapinya. Selain masalah gaji tentunya akan timbul juga kekhawatiran diantara para karyawan mengenai masa depan perusahaan tempatnya bekerja. Apakah akan tutup atau dapat lanjut meneruskan operasionalnya? Kalau ternyata lanjut, karyawan mungkin tidak akan terlalu khawatir namun apa jadinya apabila ternyata perusaahaan memutuskan untuk tutup? Karyawan tidak mempunyai pekerjaan lagi dan harapan terakhirnya adalah menerima uang pesangon.

Apabila ternyata perusahaan tidak melanjutkan usahanya atau tutup maka karyawan akan mendapatkan uang pesangon sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yaitu UU 13/2003 mengenai ketenagakerjaan. Sebelum karyawan tersebut mendapatkan pekerjaan lagi maka uang pesangon itu-lah yang akan menjadi salah satu sumber pendapatan. Bayangkan, apabila ternyata karyawan tidak menerima uang pesangon, bagaimana nasib masa depannya dan keluarganya? Apalagi sekarang ini, mencari pekerjaan yang sesuai bukanlah hal yang mudah.

Mengenai pembayaran uang pesangon adalah wajib sesuai ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan (13/2003). Menurut ketentuan, perusahaan mempunyai kewajiban pembayaran pesangon terhadap karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) yang diatur dalam Bab XII UU 13/2003. Berapa jumlah uang pesangon yang akan diterima tergantung kepada masa kerja karyawan tersebut dan alasan PHK-nya serta tentunya gaji terakhir yang diterimanya. Oleh karenanya masing-masing karyawan akan menerima jumlah yang berbeda. Contohnya untuk pembayaran uang pesangon karena mencapai usia pensiun normal maksimal adalah 32x gaji terakhir sementara untuk yang mengalami cacat total dan tetap maksimalnya adalah 44x gaji terakhir.

Bagi karyawan karena pembayaran uang pesangon sudah dijamin dengan UU maka relatif lebih tenang memikirkan masa depannya. Walaupun tidak bisa 100% tenang juga ya... Sementara bagi perusahaan yang harus dilakukan adalah cara mempersiapkan dananya..Bagaimana perusahaan mampu memenuhi kewajibannya atas pembayaran uang pesangon setiap saat. Karena siapa yang tahu karyawan harus mengalami PHK dan ternyata setelah dihitung-hitung uang pesangonnya cukup tinggi sehingga memberatkan kondisi keuangan perusahaan. Nah....sebagai langkah antisipasi sebaiknya perusahaan juga mempersiapkan dananya sehingga terhindar dari lonjakan kewajiban yang begitu tinggi pada suatu waktu.

Kalau dibuat analoginya dalam kehidupan sehari-hari mirip dengan perencanaan dana pendidikan...Kita nabung dari sekarang dan nanti saat dibutuhkan tinggal diambil saja. Kalau ternyata dananya kurang tidak akan terlalu memberatkan...daripada tidak ada persiapan sama sekali...Setuju khan?

Rabu, April 16, 2008

SURVEI ING SECURITIES, Mayoritas Pemodal Pilih Deposito dan Emas

Akhirnya kembali lagi, back on-line, karena sejak beberapa hari terakhir ini koneksi internet mengalami gangguan dan baru normal lagi kemarin.

Berhubung sejak beberapa minggu terakhir ini, pasar keuangan dunia mengalami guncangan hebat yang akhirnya berimbas ke pasar keuangan Indonesia, topik2 investasi masih akan menghiasi blog ini.

Berbicara mengenai investasi apalagi investasi untuk keluarga tidak lepas dengan yang namanya produk2 keuangan ataupun jenis produk lainnya. Saya pernah ketemu dengan orang yang paling senang dengan investasi di tanah, asal ada uang nganggur yang cukup, dia akan cari lokasi2 tanah yang menjanjikan. Namun ada juga yang senang dengan berinvestasi di batu mulia (emas, berlian, dsb) karena katanya harganya akan selalu naik dan mudah dijualnya. Apapun pilihan investasinya tentunya berpulang lagi kepada si orang atau keluarga tersebut. Tidak ada produk investasi yang sempurna, pasti akan ada kelebihan ataupun kekurangannya.

Produk2 investasi-pun tidak selamanya memberikan keuntungan yang terus-menerus..Ada saatnya investasi itu akan turun namun ada saatnya investasi tersebut akan naik. Kalaupun saham-saham saat ini sedang dilanda musim gugur tapi khan tidak selamanya seperti ini nanti juga akan menikmati yang namanya musim semi...he3 Amien.

Artikel dibawah dikutip dari http://www.investorindonesia.com/. Bagi saya topik ini sangat menarik karena mirip dengan survei yang saya bikin sebelumnya di blog ini juga. Ternyata pikiran saya dengan orang bule Netherland hampir2 mirip...he3

Nah, agar ada perbandingan antara survei yang dilakukan Investment Bank yang jadi sponsornya team F-1 Renault ini, apabila tidak berkeberatan, mungkin dapat menjawab survei yang saya buat di Blog ini. Harapannya survei tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan bagi kita semua yang ingin berinvestasi.

Sukses & Happy Investing


16/04/2008 18:55:41 WIB
Oleh Arinto Tri Wibowo

JAKARTA, Investor Daily

Investor ritel di Indonesia memilih deposito tunai, emas, dan properti di tengah ketidakpastian pasar saat ini. Sebanyak 66% investor Indonesia menerapkan strategi berimbang dengan mencari investasi untuk pertumbuhan jangka menengah dan jangka panjang.

Survei triwulanan ING Securities Indonesia menyebutkan, selain bergeser ke arah pemilikan uang tunai, deposito, dan emas pada kuartal I-2008, investor di Indonesia masih konsisten berinvestasi pada reksa dana dan saham.

“Ini menunjukkan investor Indonesia cukup konservatif dan menjalankan pendekatan wait and see,” kata Presiden Direktur ING Securities Indonesia Robert Schoelten dalam siaran pers yang diterima Investor Daily di Jakarta, Selasa (15/4).

Meski demikian, pemodal di Indonesia optimistis mampu meningkatkan nilai investasi mereka pada kuartal II-2008.

Dia mengatakan, pemodal di Indonesia menempati peringkat ketiga investor paling optimistis di Asia pada kuartal I-2008. Peringkat tersebut diperoleh dari hasil survei PT ING Securities Indonesia beberapa waktu lalu.

Selain Indonesia, survei juga meneliti kondisi investor di negara Asia lainnya seperti Tiongkok, Hong Kong, India, Korea, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, dan Thailand. ING juga menyurvei investor di Jepang, Australia, dan Selandia Baru.

Dalam survei tersebut, Indonesia meraih indeks sentimen sebesar 131, atau turun dari kuartal IV-2007 yang mencapai 136. Sementara itu, indeks sentimen tertinggi diraih India 168, disusul Tiongkok 136. (Lihat tabel)

“Survei itu menunjukkan penurunan sentimen investor di Asia, sehingga tercermin bahwa krisis subprime dan keterbatasan kredit masih menjadi faktor yang mengkhawatirkan,” tegas dia.

Indeks sentimen investor Asia turun menjadi 125 pada kuartal I-2008 dibanding kuartal IV-2007 yang mencapai 135.

Survei itu juga mencatat, 73% investor di Asia memperkirakan krisis kredit subprime akan memengaruhi keputusan investasi mereka pada kuartal II-2008. Sebanyak 58% investor Indonesia mengakui hal tersebut, atau naik dari kuartal IV-2007 yang hanya mencapai 35% investor.

Kondisi serupa juga terjadi pada 94% investor Singapura. Namun, investor Malaysia yang terpengaruh krisis tersebut hanya sebesar 55%, atau turun dari kuartal IV-2007 yang mencapai 69%.

Sementara itu, 63% investor Indonesia menyatakan, keputusan berinvestasi mereka pada kuartal II-2008 dipengaruhi oleh krisis subprime. Pengaruh tertinggi terjadi Singapura yang mencapai 93%, disusul Hong Kong 90%. Sedangkan pengaruh terendah berada di Taiwan, yang hanya mencapai 58%.

Selain itu, pandangan investor terhadap situasi ekonomi juga naik. Situasi ekonomi di Asia pada kuartal I-2008 diyakini 48% investor, dengan 32% investor optimistis situasi ekonomi membaik pada kuartal I-2008.

Namun, keyakinan investor Indonesia mengenai hal tersebut hanya mencapai 19%.
Meski demikian, sebanyak 48% investor di Indonesia optimistis situasi ekonomi di dalam negeri pada kuartal II-2008 akan bertumbuh.

Tiga Besar
Kepala Riset PT Sarijaya Permana Sekuritas Danny Eugone mengatakan, pada 2007, pertumbuhan bursa domestik menempati peringkat ketiga dunia. Tahun ini, fundamental pasar saham juga membaik.

Meski demikian, pelaku pasar tidak bisa mengharapkan pertumbuhan sebaik tahun lalu, karena dibayangi krisis subprime.

Menurut dia, fundamental perusahaan di Tanah Air juga masih solid. Hal tersebut dipengaruhi tiga faktor, yaitu kenaikan pasar karena pemangkasan subsidi pembangunan infrastruktur dari pemerintah, peningkatan harga komoditas minyak bumi, dan inflasi.

Sementara itu, Kepala Riset PT Recapital Securities Poltak Hotradero mengatakan, indeks di bursa domestik menguat sepekan terakhir.

Poltak menambahkan, pergerakan indeks banyak dipengaruhi oleh peningkatan fundamental emiten. Kenaikan tersebut sangat ditopang oleh kebijakan pemerintah, seperti pengendalian inflasi dan devisa negara. (c119)

Senin, April 07, 2008

Herd Mentality Hancurkan Bursa

Ada artikel menarik di www.investorindonesia.com

Minggu lalu merupakan minggu yang sangat-sangat mendebarkan khususnya bagi para investor di pasar modal. Bagaimana tidak, pasar saham turun hingga 8% begitupula dengan pasar obligasi. Kalau di deposito, investor masih mungkin mendapatkan bunga 8%/thn namun di pasar modal dapat turun 8% dalam satu minggu saja. Tidak terkecuali investor di reksadana ataupun unit-linked, semuanya terkena imbasnya.

Bagi investor jangka panjang tentunya penurunan ini dapat dijadikan momentum untuk melakukan investasi lagi di saat harga-harga sudah relatif lebih murah.

Apapun jenis investasinya tentunya ada sisi potensi hasil dan potensi risikonya. Kalau suatu produk investasi memberikan potensi hasil yang tinggi akan diimbangi dengan potensi risiko yang juga tinggi begitupula sebaliknya. Jangan pernah percaya bahwa ada produk investasi yang memberikan potensi hasil tinggi namun dengan potensi risiko kecil. Jangan pernah pula dalam melakukan investasi kita ikut-ikutan saja atau mengikuti trend tanpa pernah mengetahui seluk beluk dari produk investasi tersebut.

Selain itu sesuaikan produk investasi dengan berapa lama dan apa tujuan investasi kita..Kalau tujuan investasinya untuk mengumpulkan uang muka pembelian rumah tahun depan, akan kurang bijaksana apabila diinvestasikan ke instrumen yang lebih berisiko atau berencana untuk mempersiapkan biaya pendidikan akan tetapi investasinya hanya di deposito.

Semoga sukses dalam berinvestasi dan tetap optimis....


07/04/2008 09:38:01 WIB
TAJUK Investor Daily, 7 April 2008

Untuk kesekian kali pasar modal Indonesia dilanda panic selling. Pekan lalu, indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia (BEI) terpangkas hingga 8%. Penurunan ini terjadi saat bursa regional justru rebound.

Mengapa pasar modal Indonesia cenderung anomali dan rentan panic selling? Salah satu jawabannya adalah herd mentality yang diidap para pemodal lokal. Bagaikan kawanan hewan, pemodal lokal memburu saham yang dibeli asing dan menjual saham yang dilepas asing. Tidak ada independensi dalam memutuskan transaksi jual atau beli.

Herd mentality hanya mengakibatkan kerugian demi kerugian. Pemodal asing membeli pada saat harga murah dan melepas pada saat harga tinggi. Sebagai follower, pemodal lokal membeli pada saat harga sudah naik dan menjual pada saat harga saham turun.

Saat ini, pemodal asing tidak layak lagi menjadi indikator. Data BEI menunjukkan, transaksi asing tidak konsisten. Transaksi asing hari ini bisa saja net selling, tapi sehari berikut sudah net buying, dan seterusnya. Fakta ini memperlihatkan transaksi asing yang cenderung spekulatif dan berorientasi jangka pendek.

Peran lokal sudah cukup besar. Saat ini, porsi transaksi lokal sudah naik meningkat menjadi 60%. Tapi, dalam keputusan transaksi, pemodal lokal masih tetap bercermin pada asing dan menjadi follower.

Kejatuhan harga saham di BEI memang dipicu oleh krisis ekonomi AS yang berawal dari krisis subprime mortgage, yakni kredit macet perumahan masyarakat menengah bawah. Krisis ini membuat harga surat berharga dan berbagai derivatifnya yang berbasis kredit perumahan ambruk. Banyak perusahaan sekuritas dan bank komersial yang terkena krisis ini. Sebagian dari perusahaan itu bangkrut.

Untuk menutup dan mengurangi kerugian, perusahaan sekuritas asal AS yang beroperasi di Indonesia melepaskan portofolio saham. Aksi ini membuat pemodal lokal dilanda panic selling. Jatuhnya harga saham membuat pemodal lokal panik dan terpaksa melepaskan saham pada harga murah. Kondisi ini diperparah oleh ‘mental kawanan’ yang bertransaksi hanya ikut-ikutan.

Sebagai negara adidaya dengan PDB US$ 13,8 triliun atau 28% dari total PDB dunia, gerak ekonomi AS sedikit-banyaknya memengaruhi ekonomi dunia, termasuk perkembangan harga saham di BEI. Tapi, bisnis sebagian besar perusahaan bagus yang sahamnya tercatat di BEI tidak terkait langsung dengan AS. Dengan demikian, krisis ekonomi AS seyogianya tidak memengaruhi perkembangan harga sahamnya.

Faktanya, harga saham bluechips dan second layer di BEI rontok meski kinerja fundamentalnya bagus. Sekitar 80% dari 385 emiten di BEI yang sudah memublikasikan laporan keuangan meraih laba. Sebagian besar dari perusahaan ini mencatat kenaikan laba signifikan, bahkan cukup banyak emiten yang meraih laba hingga ratusan persen. Namun, saham dengan kinerja bagus ini justru anjlok harganya.

Harga saham di BEI tidak perlu jatuh begitu dalam seperti sekarang andaikan pemodal lokal tidak bermental kawanan, melainkan lebih mengandalkan pengamatan sendiri. Pemodal lokal harus bersikap bahwa sepandai-pandainya asing, pemahaman pemodal lokal tentang perusahaan Indonesia jauh lebih baik dibanding asing.

Pada saat harga saham hancur-hancuran seperti ini, baiklah kita bercermin pada superinvestor, Warren Buffett. Kekayaannya yang sudah mencapai US$ 65 miliar diperoleh dari sikap jitu dan persepektifnya dalam berinvestasi.

Saat membeli saham, kata Warren Buffett, kita harus berpandangan bahwa kita membeli perusahaan. Dengan cara pandang ini, horizon investasi kita tidak hanya untuk satu-dua tahun, apalagi hanya dalam hitungan bulan, pekan, dan hari, melainkan sedikitnya 10 tahun. Banyak saham di BEI yang adalah market leader di sektornya, berkinerja dan berprospek bagus.

Dengan horizon panjang seperti ini, pemodal tidak perlu panik oleh harga saham yang fluktuatif. Biarpun harga saham ambruk, pemodal tetap tegar, tidak terdesak untuk menjual karena akan tiba saatnya harga saham itu kembali terangkat. Jika cara pandang ini ada di mayoritas pemodal, harga saham tidak akan jatuh begitu dalam, bahkan sebaliknya rebound dengan cepat. ***

Kamis, April 03, 2008

Dipicu Volatilitas Pasar Finansial, Maret, NAB Reksa Dana Turun Rp 2 T

Dikutip dari www.investorindonesia.com

Terkait dengan penurunan IHSG di Bursa Efek Indonesia, total nilai aktiva bersih reksa dana juga mengalami penurunan. Menariknya, investor kita masih banyak yang melakukan subscription di Maret 2008 sehingga tercatat net subscription. Ini artinya masyarakat kita sudah lebih teredukasi dengan baik mengenai investasi di reksa dana khusunya di reksa dana saham. Pada saat IHSG turun, bukannya mereka melakukan penjualan melainkan melakukan pembelian.

Sama halnya dengan kondisi di pasar Obligasi, juga mengalami penurunan. Nilai aktiva bersih reksa dana pendapatan tetap juga ikutan turun. Harga Surat Utang Negara juga turun dan bahkan Pemerintah berencana melakukan buy-back. Harga ORI4 yang belum lama ini diterbitkan juga tidak luput terkena dampaknya. Informasi yang saya dapatkan, ORI4 diperdagangkan di harga 97-98% atau sudah turun 2-3% dari harga awalnya..

Disclaimer

Happy Investing


03/04/2008 19:22:14 WIB
Oleh Deviana Chuo
JAKARTA, Investor Daily

Total nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana per akhir Maret 2008 turun Rp 2,06 triliun menjadi Rp 93,11 triliun dibandingkan jumlah NAB reksa dana akhir Februari 2008 senilai Rp 95,18 triliun.

Meski demikian, jumlah total unit reksa dana (RD) meningkat menjadi 58,33 miliar dari bulan sebelumnya sebanyak 56,39.

Data e-monitoring Bapepam-LK menunjukkan, penurunan terutama terjadi pada RD pendapatan tetap sebesar 7,56% menjadi Rp 12,91 triliun dari sebelumnya Rp 20,79 triliun. Selain itu, NAB fixed income turun 4,76% menjadi Rp 483,48 miliar dari periode sebelumnya Rp 507,65 miliar.

Presiden Direktur Manulife Aset Manajemen Indonesia Naresh Krishnan menilai, penurunan NAB reksa dana murni dipicu koreksi pasar modal global. Tren tersebut diperkirakan masih berlanjut seiring lonjakan harga sejumlah komoditas, seperti minyak mentah.

Analis Mega Capital Ukie Jaya Mahendra mengatakan, turunnya NAB reksa dana juga disebabkan anjloknya pasar finansial secara keseluruhan. Pasalnya, jumlah redemption (penarikan) dan subscription (masuk)masih dalam angka wajar. “Ini murni disebakan gejolak pasar dunia, soalnya redemption dan subscription normal-normal saja,” kata dia kepada Investor Daily di Jakarta, Rabu (2/4).

Pada Maret 2008, redemption tercatatRp 7,50 triliun dari bulan sebelumnya Rp 9,55 triliun. Subscription mencapai Rp 11,39 triliun dari periode sebelumnya Rp 8,89 triliun.

Ukie menilai, ketidakpastian pasar seharusnya memacu investor untuk melakukan subscribtion. Soalnya, pasar regional sedang rebound dan hanya terkendala oleh harga komoditas seperti minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).

Sementara itu, NAB Manulife per Maret 2008 juga turun menjadi Rp 8,02 triliun dari bulan lalu senilai Rp 8,41 triliun. Naresh mengatakan, investor justru banyak menginvestasikan dana kepada produk-produk reksa dana. Manulife mencatat subscription senilai Rp 667,87 miliar, sedangkan pada Februari lalu hanya Rp 396,46 miliar. “Turunnya NAB reksa dana dipicu oleh kondisi pasar global. Saya yakin, kinerja Manulife lebih baik tahun ini dibandingkan tahun lalu,” ujar dia.

Ukie mengakui, harga RD saham kini murah. Kendati cenderung volatile, ia memperkirakan, produk ini mampu memberikan imbal hasil (return) sekitar 5-10% pada semester II-2008. Sedangkan Naresh memperkirakan, return bisa mencapai 15-20% dalam 12 bulan mendatang.

Jangka Panjang
Presiden Direktur First State Investment Legowo Kusumonegoro menambahkan, saat koreksi pasar terjadi, price earning ratio (PER) menjadi murah. Hal tersebut ikut mendorong investor untuk menginvestasikan dananya.

Menurut Legowo, pertumbuhan reksa dana tetap berlanjut. Oleh karena itu, investor harus lebih bijaksana dalam melihat kondisi pasar global terutama RD saham. “Pelaku pasar sebaiknya bijaksana dalam menyikapinya. Sebab, investasi pada RD baru terlihat manfaatnya dalam jangka panjang,” tegas dia.

Meskipun NAB turun, RD pendapatan masih tetap menjanjikan. Menurut Naresh, produk ini lebih atraktif dan dapat memberikan return sebesar 12% dalam 12 bulan. Ukie memperkirakan, imbal hasil RD fixed income sekitar 10% dalam satu tahun. Soalnya, kejatuhan pasar obligasi tidak akan berlangsung lama dan segera pulih kembali.

Naresh menjelaskan, tren positif di pasar obligasi mulai terjadi dalam dua bulan mendatang, terutama jika didukung turunnya harga komoditas.

ETF Saham Naik
Sementara itu, total NAB exchange traded fund (ETF) saham justru melonjak 68,83% menjadi Rp 99,55 miliar. Pada Februari 2008, NAB tercatat Rp 58,96 miliar. Namun demikian, sejak awal Januari 2008 hingga bulan lalu, redemption dan subscription ETF saham dan pendapatan tetap tidak ada.

Menurut Ukie, likuiditas ETF cenderung mengikuti pergerakan indeks di pasar saham dan obligasi. Oleh sebab itu, NAB ETF saham dapat naik signifikan. Sebaliknya NAB ETF pendapatan berpotensi turun karena jatuhnya harga obligasi korporasi dan pemerintah belakangan ini.

Over Reaction Angka Inflasi Tekan IHSG BEI Anjlok 104 Poin

Dikutip dari www.investorindonesia.com

Memang sejak beberapa minggu terakhir, Bursa Efek Indonesia mengalami volatilitas yang cukup tinggi. Naik-turun dengan perbedaan yang lumayan tinggi. Bahkan hari ini saja Indeks Harga Saham Gabungan sempat turun 5% sebelum akhirnya ditutup turun 4.45%.

Ada yang bilang ini akibat adanya kekhawatiran investor terhadap relatif tingginya tingkat inflasi Maret 2008 yaitu sekitar 0.9%. Kalau dihitung-hitung di tahun 2008 ini IHSG telah turun dari level tertingginya sekitar 20%.

Mayoritas saham sudah banyak turun dari level tertingginya bahkan ada juga saham yang telah turun 40-50% walaupun saham tersebut adalah saham2 dengan fundamental yang baik.

Bagi yang ingin berinvestasi jangka panjang, mungkin saat sekarang ini boleh dibilang merupakan kesempatan yang baik. Bagi yang sudah terlanjur beli sebelumnya dan akhirnya nyangkut....Ya, kita senasib-lah..he3. But, harus tetap optimis.

Harap Diingat, "Saham adalah instrumen investasi untuk jangka panjang"

Disclaimer.

Happy Investing


03/04/2008 18:36:36 WIB
JAKARTA, investorindonesia.com

Over reaction (reaksi yang berlebihan) terhadap angka inflasi Maret masih membebani perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), sehingga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Kamis, ditutup anjlok 104,218 poin (4,45%) untuk berada di posisi 2.237,971, sedangkan indeks LQ45 juga bergerak negatif dengan menurun 24,825 poin (4,96%) ke level 475,391.

Analis Riset PT Paramitra Asia Sekuritas Paradumuan kepada Antara, mengatakan, para pelaku pasar terlalu over reaction terhadap angka inflasi Maret year to year (tahunan) yang mencapai 8,17% atau di atas BI-rate sebesar 8,00%.

"Memang secara fundamental pasar masih menyoroti angka inflasi Maret, namun hal ini sudah over reaction," katanya.

Menurut Paradumuan, reksi yang berlebihan ini, selain inflasi, pasar saham yang sebagian besar dikuasai oleh pelaku margin pelaku pasar yang menggunakan transaksi margin melepas sahamnya karena jangka waktu pembayaran, sehingga memperparah penurunan indeks.

Dia juga mengungkapkan bahwa inflasi perlu perhatian pemerintah, karena sudah di atas BI-rate. "Jika tidak ada tindakan dari pemerintah ke depannya, akan di khawatirkan menjadi pemicu penurunan daya beli masyarakat, sehingga akan menahan industri di Indonesia," katanya.

Paradumuan juga menjelaskan bahwa keputuasan Bank Indonesia (BI) yang menetapkan BI-rate tetap sebesar 8,00% adalah langkah yang tepat.

"Sebenarnya BI dalam kondisi dualisme, karena suku bunga yang sudah negatif dibanding inflasi sangat berisiko untuk menghambat sektor riil, sehingga ke depannya pemerintah harus melakukan tindakan untuk menurunkan inflasinya," jelasnya.

Kondisi di atas telah membuat indeks BEI tidak mengikuti penguatan beberapa saham regional, seperti bursa Tokyo dengan indeks Nikkei-225 naik 200,54 poin menjadi 13.389,90, bursa Hong Kong dengan indeks Hang Seng ditutup naik 392,20 poin ke level 24.264,63 dan bursa Singapura dengan indeks Straits Times terangkat 46,93 poin menjadi 3.171,55.

Pada perdagangan di BEI Kamis ini masih didominasi saham yang turun sebanyak 187 dibanding yang naik hanya 17, sedangkan 33 stagnan dan 221 tidak aktif diperdagangkan.

Penurunan indeks dipimpin beberapa saham unggulan seperti saham Bumi Resources (BUMI) yang terkoreksi Rp 450 menjadi Rp 4.900, Astra Internasional (ASII) turun Rp 1.650 ke posisi Rp 19.800, Telkom (TLKM) tergerus Rp 300 ke Rp 9.400, Bakrie Plantations (UNSP) melemah Rp 190 ke level Rp 1.300, Bank Mandiri (BMRI) tertekan Rp 125 ke harga Rp 3.025, dan Astra Agro Lestari (AALI) anjlok Rp 2.050 ke Rp 20.750.

Volume perdagangan mencapai 3,620 miliar saham dengan nilai Rp6,545 triliun dari 69.602 kali transaksi. (*)