Senin, Mei 12, 2008

HASIL RISET MERRILL LYNCH, Indonesia Pasar Terfavorit di Asia

Ada berita bagus dari salah satu Investment Banking besar di dunia. Semoga saja apa yang dibilangnya menjadi kenyataan...Saya sendiri sebenarnya juga agak-agak khawatir dengan kondisi saat ini, komoditas energi yang cenderung naik terus, inflasi yang juga tinggi serta rencana kenaikan BBM dalam waktu yang dekat.

Apapun yang terjadi, semoga perkenomian Indonesia semakin hari dapat semakin baik lagi..

Setuju khan...

Happy Investing
Ongkie Budhidharma

HASIL RISET MERRILL LYNCH, Indonesia Pasar Terfavorit di Asia

12/05/2008 10:06:23 WIB
JAKARTA, Investor Daily
Indonesia menjadi pasar terfavorit di kawasan Asia dengan earning revision ratio (ERR) tertinggi dan satu-satunya yang memperoleh nilai positif. Proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (gross domestic product/GDP) juga menempati posisi ketiga setelah Tiongkok dan India.

Hasil riset perusahaan sekuritas asing Merrill Lynch Co pada akhir April 2008 menyebutkan, penelitian tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan alokasi aset perusahaan pada setiap sektornya. Penilaian itu menggunakan model penelitian kuantitatif dengan mengamati beberapa variabel seperti mata uang, pertumbuhan ekonomi, dan prediksi pendapatan negara.

Merrill Lynch sebelumnya mengalokasikan asetnya di Indonesia sebesar 4%, dengan tingkat acuan indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) 1,8%. Namun, dalam kenyataannya, berdasarkan model penelitian tersebut, alokasi aset di Indonesia meningkat menjadi 5,3%, atau lebih dari tiga kali acuan MSCI.

Hal itu menjadikan Indonesia sebagai negara dengan peningkatan alokasi aset terbesar dibanding negara lain.

Dalam laporannya, Merrill Lynch menyatakan, kondisi tersebut sangat mengejutkan, karena banyak pelaku pasar menilai Indonesia berada pada tahap kesulitan inflasi yang serius. Negara lain yang memiliki kesamaan dengan Indonesia, seperti India dan Filipina, justru mengalami penurunan alokasi aset dibanding sebelumnya.

Sementara itu, imbal hasil (yield) obligasi berjangka sepuluh tahun yang pada Februari 2008 sebesar 10%, kini sudah mencapai 13%. Kondisi tersebut dipicu oleh peningkatan risiko global sejak Maret 2008 yang memacu penurunan aset keuangan di dalam negeri.

Hal itu berbeda dengan negara lain di Asia yang justru mereguk keuntungan dari situasi tersebut.

Meskipun demikian, inflasi bukan merupakan faktor utama. Menurut Merrill Lynch, inflasi di dalam negeri yang saat ini mencapai 9%, masih di bawah rata-rata 10 tahun sebesar 14,7% dan rata-rata 20 tahun sekitar 11,7%. Sementara itu, tingkat inflasi di Singapura mencapai 6,7%, atau level tertinggi selama 26 tahun terakhir.

“Perbedaannya, Singapura memperbolehkan kenaikan suku bunga untuk mengatasi inflasi. Sedangkan Indonesia harus melalui beragam kebijakan. Pemerintah Indonesia lebih memilih untuk meneruskan subsidi bahan bakar minyak,” lanjut analis Merrill Lynch.

Sementara itu, indeks Singapore Straits Times terkoreksi 4% year to date, dengan indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) melemah 16% year to date. Pelaku pasar berasumsi, inflasi dapat memicu krisis di dalam negeri, bila pemerintah tidak segera mengambil kebijakan untuk mengantisipasi penarikan modal (capital outflow) dan keadaan darurat.

Kebijakan Tegas
Merrill Lynch menambahkan, banyak dana yang akan masuk ke Indonesia, jika pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dapat menetapkan kebijakan lebih tegas. Titik baliknya, lanjut Merrill Lynch, adalah saat Menko Perekonomian Boediono dilantik sebagai gubernur BI pada 17 Mei 2008.

Meskipun demikian, sebelumnya BI juga sudah menaikkan suku bunga acuan (BI rate) sebesar 25 bps menjadi 8,25% untuk menekan inflasi. Kebijakan itu ditempuh setelah tingkat inflasi tetap tinggi pascakenaikan harga bahan baku.

Kepala Riset PT Erdikha Elit Lanang Trihardian sependapat, pasar saham di Indonesia merupakan salah satu peluang investasi menarik di Asia setelah Tiongkok. Bursa saham Indonesia sudah mencerminkan perubahan signifikan. (c119)

Tidak ada komentar: