Sabtu, Juli 12, 2008

Tak Terlalu Memikirkan Penghematan Meski Terhimpit Inflasi

Artikel dibawah saya kutip dari salah satu situs di internet yang karena sudah cukup lama akhirnya saya sudah lupa nama situsnya...

Menarik untuk dibaca karena ternyata masalah konsumerisme tidak hanya terjadi di Indonesia. Bahkan di negara yang dianggap sudah lebih maju juga mengalami hal yang sama. Mempunyai penghasilan yang tinggi ternyata belum tentu juga memperlihatkan adanya perilaku konsumsi yang cenderung lebih baik.

Apakah kita sendiri ingin melakukan hal yang sama ataukah memperbaiki perilaku konsumtif sehingga mempunyai kehidupan di masa depan yang jauh lebih baik bersama keluarga? Anda sendiri yang harus menjawabnya....

Sukses
Ongkie B


Friday, 20 June 2008

Tanpa mengemban beban finansial yang sebenarnya, orang-orang muda dewasa tampaknya tidak ingin memeriksa kebiasaan belanja mereka.
ADAbeberapa sisi tak terungkap dari cerita inflasi yang mengungkung warga Singapura selama tahun lalu. Teman saya,wanita 24 tahun, lajang dan berasal dari luar negeri,menjadi salah satu contoh pada sisi cerita ini.
Sebagian besar gajinya dia pakai untuk membayar sewa apartemen satu kamarnya di Novena Square. Sementara dia merasakan dampak kenaikan harga,dia tetap berusaha membeli tas tangan merek Miu Miu atau Tods sekali dalam tiga bulan.
Dia makan di luar apartemen tiap hari dan hampir selalu makan malam di sebuah restoran. Tapi,semua itu berubah setelah dia menyadari kenaikan harga-harga akibat inflasi. Seperti teman saya itu, saya juga harus mengubah kebiasaan berbelanja saya akibat tekanan inflasi.
Nyatanya saya menganggap diri saya lebih kaya dari dia. Seharusnya saya tidak perlu khawatir untuk membayar sewa atau belanja kebutuhan sehari-hari karena saya tinggal dengan orangtua saya. Jadi,apa yang harus saya lakukan setelah seporsi nasi ayam naik dari 3 dolar Singapura (sekitar Rp20.000) pada bulan lalu menjadi 4 dolar Singapura (sekitar Rp27.000) pada saat ini?
Hmm...kenaikan itu membuat saya harus berpikir ulang untuk membelinya. Tentu saja saya dan teman saya itu sangat sadar bahwa saat ini kita hidup di waktuwaktu yang tidak biasa–di April saja,inflasi mencapai 7,5%,angka yang sama terjadi pada 26 tahun lalu. Tapi,kita tampaknya satusatunya yang harus dibelit inflasi.Banyak warga Singapura, terutama yang masih muda-muda,tidak terlalu memikirkan betul dampak inflasi.
Menurut laporan Straits Timesawal bulan ini,pekan pertama Great Singapore Sale (GSS) ditandai dengan penjualan yang sangat cepat, dengan empat peritel terbesar melaporkan kenaikan penjualan 10–20% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Juru bicara produsen tas mewah dan barang-barang dari kulit Furla mengatakan, meskipun secara keseluruhan pasar masih berjalan pelan, bisnis mulai menggeliat sejak awal tahun ini.
Beberapa orang muda dewasa pun masih membeli jam tangan merek ternama seperti Rolex,Cartier,dan merek ternama lainnya,demikian menurut The Hour Glass. ”Orang muda memiliki rasa glamor yang lebih tinggi,” ungkap Jubir Furla. Beberapa konsultan finansial mengaku tidak kaget dengan banyaknya anak muda Singapura yang belum mengubah gaya belanja mereka dalam belitan inflasi yang terus naik saat ini.
”Mereka ini anak-anak muda yang punya tendensi berpikir untuk besok dan hidup untuk hari ini,yaitu pemikiran bahwa apa yang saya miliki sekarang,saya lebih suka menghabiskannya,” terang Jason Huang, penasihat keuangan di perusahaan konsultan keuangan independen. Huang juga mengatakan, banyak pemuda yang bekerja sering kali tidak punya ”dana darurat”.
Sementara banyak profesional muda tampak tidak terlalu memikirkan kenaikan harga,dampak inflasi terhadap mereka bisa jadi lebih serius dari yang mereka kira.”Inflasi mengikis kekuatan belanja mereka,kenaikan gaji dari tahun ke tahun terkikis inflasi tinggi,”ungkap ekonom UOB Ng Shing Yi. ”Dalam jangka panjang, inflasi akan memengaruhi prospek kerja mereka ketika perusahaan melakukan perampingan akibat naiknya beban biaya,”imbuhnya. (*)
Oleh: Alicia Wong
alicia@mediacorp.com.sg
'

Selasa, Mei 13, 2008

Mahalnya Biaya Pendidikan di Perguruan Tinggi

Ada artikel yang dimuat di harian Kompas tgl 12 Mei 2008, isinya yaitu mengenai mahalnya biaya pendidikan di PTN saat ini yang dapat mencapai > Rp 100 juta. Sangat menarik karena memperlihatkan betapa mahalnya biaya pendidikan saat ini. Dapat dibayangkan, kalau sekarang saja sudah ratusan juta bagaimana dengan 15 tahun yang akan datang...? Sudah pasti akan jauh lebih mahal lagi khan.

Lalu, apa yang harus dilakukan? Buat perencanaan yang matang, hitung biaya pendidikan yang akan diperlukan dan segera berinvestasi di instrumen2 yang sesuai serta jangan lupa dipersiapkan "payung" cadangannya...

Sukses
Ongkie B



Masuk PTN Bisa Lebih dari Rp 100 juta
Jalur Masuk Amat Beragam

Senin, 12 Mei 2008 01:39 WIB

Jakarta, Kompas - Biaya masuk perguruan tinggi negeri bisa mencapai angka di atas Rp 100 juta, sementara setiap semester dapat mencapai Rp 70 juta. Tingginya biaya tersebut semakin memperkecil akses masuk ke pendidikan tinggi.
Demikian benang merah persoalan menyangkut biaya masuk perguruan tinggi negeri yang didapatkan Kompas dalam pencarian selama sepekan terakhir, mulai dari Jakarta (DKI Jakarta), Semarang (Jawa Tengah), Bandung (Jawa Barat), Surakarta (Jawa Tengah), Surabaya (Jawa Timur), hingga Makassar (Sulawesi Selatan).
Besar biaya masuk perguruan tinggi negeri (PTN) tersebut bergantung pada program S-1 yangdiambil serta bidang ilmu yang dipilih. Program tersebut beragam dan berbeda antara satu PTN dan PTN lain. Bahkan, ada PTN yang membuka program internasional. Pada program ini, mahasiswa membayar biaya berlipat-lipat dibandingkan program reguler pada setiap semesternya.
Bagi para calon mahasiswa yang gagal masuk melalui program S-1 reguler lewat seleksinasional masuk PTN (SNMPTN), hampir semua PTN yang dihubungi memiliki program non-SNMPTN. Biaya masuk program non-SNMPTN ini lebih tinggi dibandingkan jalur SNMPTN. Program non-SNMPTN ini pun berbeda antara satu PTN dan PTN lain—ada yang memiliki lebih dari lima program.
Semua angka tersebut bisa kita bandingkan dengan biaya kuliah di National University of Singapore yang biayanya (tuition fee) berkisar 9.540 dollar Singapura-27.350 dollar Singapura atau di Malaysia, Universitas Kebangsaan Malaysia, yang memasang biaya 1.167 ringgit Malaysia hingga 1.500 ringgit Malaysia.
Kelas internasional
Dari sejumlah program seleksipenerimaan mahasiswa baru, yang termahal adalah jalur internasional. Universitas Indonesia pada tahun ini menerapkan jalur tersebut.
Rektor Universitas Indonesia Gumilar Rusliwa Somantri menjelaskan, selain program S-1 reguler, pihaknya membuka kelas internasional untuk Fakultas Kedokteran, Teknik, Ekonomi, Psikologi, dan Ilmu Komputer. Biaya kuliah per semester tiga kali lipat program S-1 reguler.
Untuk Kedokteran, uang pangkal (biaya masuk) Rp 70 juta, dengan biaya per semester Rp 35 juta. Fakultas Teknik uang per semester Rp 20 juta, uang pangkal Rp 15 juta, sedangkan Ekonomi uang pangkal Rp 26 juta dan Rp 25 juta per semester.
Menurut Gumilar, kelas internasional ini berbeda dari kelas reguler. Kurikulumnya adalahkurikulum internasional dengan bahasa pengantar bahasa Inggris. ”Mereka punya ruang kuliah khusus. Fasilitas belajar, seperti ruang kuliah, misalnya, standarnya lebih tinggi,” kata Gumilar.
Bahkan, di beberapa fakultas, seperti Psikologi, UI bekerja sama dengan Universitas Queensland, Australia, untuk program double degree dan penggunaan tenaga pengajar asing.
Sementara itu, Universitas Airlangga, menurut Pembantu Rektor I Unair Muhammad Zainuddin, tahun ini berencana membuka kelas internasional. ”Segala sesuatunya sedang dirancang,” katanya.
Sementara Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, jalur non-SNMPTN ada dua, yaitu penelusuran bibit unggul sekolah (PBUS) dan penelusuran minat dan kemampuan (PMDK). Mereka yang gagal di PMDK bisa menggunakan program PBUS dengan syarat sama, nilai rapor SMA semester I-V rata-rata 7,0 dan tak ada nilai di bawah 5,0.
Sumbangan pembinaan pendidikan dari program-program itu sama, yaitu Rp 660.000 per semester. Namun, bagi PBUS masih ditambah biaya pengembangan institusi (BPI), untuk Fakultas Kedokteran Rp 100 juta, tetapi hanya Rp 2,5 juta bagi yang lewat PMDK. Untuk jurusan lain, BPI rata-rata di bawah Rp 10 juta.
Menurut Pembantu Rektor I UNS Ravik Karsidi, pembukaan jalur PBUS dan SPMB swadana adalah untuk memperluas akses masuk bagi calon mahasiswa. Diakuinya, jalur ini adalah jalur ”pintar dan kaya”.
Sementara itu, menurut Ketua Tim Promosi Institut Teknologi 10 Nopember Budi Santosa, ada 5kategori PMDK, di antaranya PMDK beasiswa. Mereka yang lolos PMDK beasiswa bebas uang gedung dan SPP. Mereka adalah pelajar dengan nilai akademis menonjol. Sementara di Universitas Airlangga ada empat jalur PMDK (umum, prestasi, alih jenjang, dan diploma).
Dari wilayah timur Indonesia, Universitas Hasanuddin membuka tiga jalur non-SNMPTN, yaitu jalur nonsubsidi (JNS), jalur penelusuran potensi belajar, dan jalur prestasi olahraga, seni, dan keilmuan. Yang termahal adalah JNS. Pada jalur ini mahasiswa membayar rata-rata uang kuliah Rp 20 juta setahun, sedangkan dari jalur SNMPTN rata-rata hanya Rp 1,5 juta setahun. Kepala Humas Unhas Dahlan Abubakar mengatakan, dana tersebut untuk subsidi silang. (A05/A10/NAR/INE/JON/EKI/eln)

Senin, Mei 12, 2008

HASIL RISET MERRILL LYNCH, Indonesia Pasar Terfavorit di Asia

Ada berita bagus dari salah satu Investment Banking besar di dunia. Semoga saja apa yang dibilangnya menjadi kenyataan...Saya sendiri sebenarnya juga agak-agak khawatir dengan kondisi saat ini, komoditas energi yang cenderung naik terus, inflasi yang juga tinggi serta rencana kenaikan BBM dalam waktu yang dekat.

Apapun yang terjadi, semoga perkenomian Indonesia semakin hari dapat semakin baik lagi..

Setuju khan...

Happy Investing
Ongkie Budhidharma

HASIL RISET MERRILL LYNCH, Indonesia Pasar Terfavorit di Asia

12/05/2008 10:06:23 WIB
JAKARTA, Investor Daily
Indonesia menjadi pasar terfavorit di kawasan Asia dengan earning revision ratio (ERR) tertinggi dan satu-satunya yang memperoleh nilai positif. Proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (gross domestic product/GDP) juga menempati posisi ketiga setelah Tiongkok dan India.

Hasil riset perusahaan sekuritas asing Merrill Lynch Co pada akhir April 2008 menyebutkan, penelitian tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan alokasi aset perusahaan pada setiap sektornya. Penilaian itu menggunakan model penelitian kuantitatif dengan mengamati beberapa variabel seperti mata uang, pertumbuhan ekonomi, dan prediksi pendapatan negara.

Merrill Lynch sebelumnya mengalokasikan asetnya di Indonesia sebesar 4%, dengan tingkat acuan indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) 1,8%. Namun, dalam kenyataannya, berdasarkan model penelitian tersebut, alokasi aset di Indonesia meningkat menjadi 5,3%, atau lebih dari tiga kali acuan MSCI.

Hal itu menjadikan Indonesia sebagai negara dengan peningkatan alokasi aset terbesar dibanding negara lain.

Dalam laporannya, Merrill Lynch menyatakan, kondisi tersebut sangat mengejutkan, karena banyak pelaku pasar menilai Indonesia berada pada tahap kesulitan inflasi yang serius. Negara lain yang memiliki kesamaan dengan Indonesia, seperti India dan Filipina, justru mengalami penurunan alokasi aset dibanding sebelumnya.

Sementara itu, imbal hasil (yield) obligasi berjangka sepuluh tahun yang pada Februari 2008 sebesar 10%, kini sudah mencapai 13%. Kondisi tersebut dipicu oleh peningkatan risiko global sejak Maret 2008 yang memacu penurunan aset keuangan di dalam negeri.

Hal itu berbeda dengan negara lain di Asia yang justru mereguk keuntungan dari situasi tersebut.

Meskipun demikian, inflasi bukan merupakan faktor utama. Menurut Merrill Lynch, inflasi di dalam negeri yang saat ini mencapai 9%, masih di bawah rata-rata 10 tahun sebesar 14,7% dan rata-rata 20 tahun sekitar 11,7%. Sementara itu, tingkat inflasi di Singapura mencapai 6,7%, atau level tertinggi selama 26 tahun terakhir.

“Perbedaannya, Singapura memperbolehkan kenaikan suku bunga untuk mengatasi inflasi. Sedangkan Indonesia harus melalui beragam kebijakan. Pemerintah Indonesia lebih memilih untuk meneruskan subsidi bahan bakar minyak,” lanjut analis Merrill Lynch.

Sementara itu, indeks Singapore Straits Times terkoreksi 4% year to date, dengan indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) melemah 16% year to date. Pelaku pasar berasumsi, inflasi dapat memicu krisis di dalam negeri, bila pemerintah tidak segera mengambil kebijakan untuk mengantisipasi penarikan modal (capital outflow) dan keadaan darurat.

Kebijakan Tegas
Merrill Lynch menambahkan, banyak dana yang akan masuk ke Indonesia, jika pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dapat menetapkan kebijakan lebih tegas. Titik baliknya, lanjut Merrill Lynch, adalah saat Menko Perekonomian Boediono dilantik sebagai gubernur BI pada 17 Mei 2008.

Meskipun demikian, sebelumnya BI juga sudah menaikkan suku bunga acuan (BI rate) sebesar 25 bps menjadi 8,25% untuk menekan inflasi. Kebijakan itu ditempuh setelah tingkat inflasi tetap tinggi pascakenaikan harga bahan baku.

Kepala Riset PT Erdikha Elit Lanang Trihardian sependapat, pasar saham di Indonesia merupakan salah satu peluang investasi menarik di Asia setelah Tiongkok. Bursa saham Indonesia sudah mencerminkan perubahan signifikan. (c119)