Selasa, Desember 02, 2008

Pentingnya Mencicil Dana Pensiun di Usia Produktif

Artikel yang menarik apalagi di tengah kondisi ekonomi saat ini..Apakah dana pensiun harus disiapkan sekarang atau nanti saja kalau sudah dekat? Saat weekend saya akan coba mengupasnya lebih detail lagi...

Happy Reading.

Ongkie Budhidharma


Indro Bagus SU – detikFinance

Jakarta - Sudahkah Anda memikirkan sumber pendanaan ketika memasuki masa pensiun? Sedikit saja orang yang sudah cukup memikirkannya sejak usia produktif. Namun sebagian besar malah beranggapan masalah itu bisa dipikirkan lain waktu.

Padahal, kalau dipikir-pikir pensiun Anda hanya ditanggung oleh negara atau tempat bekerja selama kurang lebih 3 tahun setelah putus masa kerja. Artinya, sumber pendanaan Anda hanya tersedia hingga usia sekitar 58 tahun.

"Bagaimana selanjutnya?" ujar Kepala Bagian Analisis Penyelenggaraan Biro Dana Pensiun Bapepam-LK, Yusman dalam acara di hotel Aston Atrium, Senen, Jakarta, Selasa (2/12/2008).

Menurut Yusman, setiap orang yang bekerja mau tidak mau harus mulai memikirkan sumber pendanaan setelah masa pensiun tanggungan habis."Itulah sebabnya sangat penting mulai memikirkan sumber dana pensiun saat usia kita masih produktif bekerja," ujarnya.

Ketua Asosiasi Konsultan Aktuaria Indonesia (AKAI), Haris A Santoso mendukung pernyataan tersebut. Apalagi jumlah pensiunan terus bertambah dari tahun ke tahun seiring meningkatnya populasi penduduk.

"Pertumbuhan jumlah pensiunan dari tahun ke tahun terus bertambah, saat ini sekitar 11% dari populasi penduduk. Tahun 2015 porsinya diperkirakan bertambah menjadi 15%," ujar Haris.

Oleh sebab itu, keduanya menganjurkan pentingnya memikirkan sumber pendanaan pasca kerja alias pensiun. "Bentuknya bisa tabungan yang dilakukan secara mandiri atau investasi," jelas Yusman.

Menurut Yusman, tidak sulit menyisihkan 10% hingga 20% dari gaji bulanan untuk ditabung secara berkala hingga akhir masa kerja. "Ada pepatah, kalau seseorang bisa hidup dengan Rp 100 per hari, maka ia bisa memaksakan untuk hidup dengan Rp 90 per hari. Itu artinya menyisihkan 10% pastibisa dilakukan setiap orang. Lebih bagus kalau bisa 20%," ujarnya.

Menurut Yusman, atas alasan itu juga negara mengesahkan undang-undang yang mengatur soal dana pensiun bagi warga negara Indonesia."Disahkannya UU tersebut, sebenarnya merupakan pengakuan negara bahwa negara tidak bisa menjamin sepenuhnya masa pensiun warga negara," ujar Yusman.

Yusman juga menegaskan, dengan diaturnya masalah dana pensiun oleh UU bukan berarti setiap orang yang bekerja sudah bisa bersantai-santai.

"UU tersebut memberikan pesan pada kita, bahwa sumber pendanaan masa pensiun harus dipikirkan oleh warga negara secara proaktif. Sebab ini menyangkut pemenuhan kebutuhan sehari-hari kita setelah memasuki masa pensiun," jelas Yusman.

"Jadi kita tidak bisa menyerahkan nasib kita bukan pada diri kita sendiri. Persiapan dana pensiun harus mulai dilakukan oleh semua orang saat usiaproduktif. Bentuknya bisa dengan menabung 10-20% per bulan, atau mulai memikirkan investasi," ujar Yusman.

Haris menimpali, kesadaran masyarakat Indonesia dalam mempersiapkan dana pensiun masih rendah. Hal itu ditunjukkan dengan rendahnya tingkat jaminan sosial di Indonesia.

"Singapura contohnya, porsi social security sudah mencapai 33%. Indonesia baru sekitar 6,64%. Ini menunjukkan rendahnya kesadaran kita dalam mempersiapkan jaminan bagi kehidupan kita sendiri," papar Haris.

Oleh sebab itu, Haris menegaskan kesadaran memikirkan sumber pendanaan di masa pasca kerja harus mulai menjadi bagian dari masyarakat Indonesia terlebih dahulu, sebelum berangan-angan hidup tenang di masa pensiun.

"Lagipula sudah diatur kok dalam UU, baik yang wajib maupun yang sukarela. Tinggal masalah keinginan dan kesadaran saja untuk bisa mewujudkan dan menjalankan masa pensiun yang tenang tanpa perlu memikirkan sumber pendanaan," ujar Haris.

Jadi sudahkah Anda atau perusahaan Anda peduli soal dana pensiun? (dro/ir)

Minggu, Oktober 26, 2008

Krisis Keuangan Dunia dan Investasi Kita

Mungkin sama-sama telah kita ketahui bahwa saat ini pasar keuangan dunia sedang dilanda krisis kepercayaan. Dimulai dengan cerita subprime mortgage di Amerika yaitu pemberian kredit perumahan kepada individu-individu yang sebenarnya kurang layak namun dengan bunga yang lebih tinggi dan akhirnya mereka tidak sanggup bayar lagi sehingga menyeret perusahaan pemberi kredit mengalami kesulitan likuiditas. Terlebih lagi hutang-hutang tersebut disekuritasi oleh para investment bank dalam bentuk Collateralized Debt Obligations (CDO) dan dijual kepada investor-investor dengan imbal hasil yang tinggi dengan rating yang sama instrumen obligasi lainnya.

Dan akhirnya lembaga-lembaga keuangan dunia, seperti Bear Stearns, Freddie Mac, Fannie Mae, Lehman Brothers sampai dengan AIG serta masih ada lagi lembaga2 yang mengalami kesulitan likuiditas sehingga harus merger ataupun melakukan aksi korporasi lainnya yang menyebabkan harga sahamnya turun dan paling parahnya ada yang sampai bangkrut..Bahkan The Fed dan Pemerintah Amerika Serikat harus mem-bailout lembaga2 tersebut dengan dana sampai ratusan milyar dollar. Bukan dana yang sedikit…

Imbasnya akhirnya menyeret pasar keuangan global juga dilanda kepanikan, termasuk di Indonesia. Karena pasar modal Indonesia adalah pasar yang sangat bebas dan banyak investor2 asing yang berinvestasi sehingga pada saat mereka membutuhkan likuiditas, investasi2 mereka di belahan dunia lain termasuk emerging market mau tidak mau harus dijual untuk memenuhi kebutuhan likuiditas. Akibatnya pasar modal di Indonesia dan negara2 lain turun cukup dalam. Saat tulisan ini dibuat IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) sudah menyentuh level 1244 yang kalau dihitung-hitung sudah turun 54% dari akhir Desember 2007. Harga Surat Utang Negara (SUN) yg risk free juga mengalami penurunan yang cukup dalam. Contoh paling mudah harga ORI (Obligasi Negara Ritel Indonesia) dari seri awal s/d akhir berguguran semuanya sehingga apabila investor ingin menjual ORI saat ini maka akan mengalami kerugian. Tapi jangan takut, kuponnya tetap akan dibayarkan dan apabila dipegang sampai jatuh tempo akan dibayarkan 100%.

Banyak investor-investor di pasar modal Indonesia seperti investor saham, reksadana, unitlink, dsb akhirnya mengalami penurunan nilai asset yang sangat signifikan dalam waktu yang singkat. Mereka (termasuk saya) diliputi kekhawatiran, apakah nilai assetnya akan kembali naik atau bahkan mengalami penurunan terus menerus? Suatu pertanyaan yang saya rasa saat ini sangat susah untuk menjawabnya...

Lalu, apa yang dapat kita petik dari kondisi ini?

Ingatlah selalu bahwa yang namanya investasi adalah untuk tujuan jangka menengah-panjang. Konsekuensinya dalam periode tersebut selalu ada dinamika atau naik-turunnya nilai investasi...Sebelum kita berinvestasipun, khususnya di asset keuangan, umumnya selalu diberikan kuesioner untuk menentukan profil risiko diri kita sendiri. Apakah cocok dengan asset keuangan yang "high risk high return" atau "low risk low return". Profil risiko tersebut akan sangat berguna pada saat-saat kondisi pasar sedang dalam penurunan sehingga kita diharapkan lebih siap dan jangan terlalu panik. Kalau pasar sedang bagus tentunya semua orang akan senang khan...

Lihat kembali investasi yang telah kita lakukan..Seharusnya jangan berinvestasi untuk tujuan jangka pendek. Apabila memang untuk tujuan jangka pendek akan lebih baik diinvestasikan di Perbankan dalam bentuk Deposito. Karena investasi memerlukan waktu untuk berkembang, jangan berharap dengan berinvestasi di pasar keuangan akan langsung mendapat untung dalam waktu yang singkat. Bukan itu konsepnya...

Setelah tujuan investasi coba kita lihat juga cara kita melakukan investasi? Apakah yang sekali bayar atau secara berkala? Bagi yang investasinya sekali bayar mungkin bisa dipertimbangkan untuk menambah investasinya sedikit demi sedikit dan bagi yang investasinya secara berkala juga tidak perlu berhenti, diteruskan saja..Yang penting investasi tersebut tidak kita perlukan dalam waktu yang dekat. Namun, bukan berarti setelah kita berinvestasi nilainya langsung naik ya...Istilahnya itu Dollar Cost Averaging.

Yach, semoga saja kondisi ini dapat segera berlalu dan semuanya kembali normal kembali....Amien3x

Sabtu, Juli 12, 2008

Tak Terlalu Memikirkan Penghematan Meski Terhimpit Inflasi

Artikel dibawah saya kutip dari salah satu situs di internet yang karena sudah cukup lama akhirnya saya sudah lupa nama situsnya...

Menarik untuk dibaca karena ternyata masalah konsumerisme tidak hanya terjadi di Indonesia. Bahkan di negara yang dianggap sudah lebih maju juga mengalami hal yang sama. Mempunyai penghasilan yang tinggi ternyata belum tentu juga memperlihatkan adanya perilaku konsumsi yang cenderung lebih baik.

Apakah kita sendiri ingin melakukan hal yang sama ataukah memperbaiki perilaku konsumtif sehingga mempunyai kehidupan di masa depan yang jauh lebih baik bersama keluarga? Anda sendiri yang harus menjawabnya....

Sukses
Ongkie B


Friday, 20 June 2008

Tanpa mengemban beban finansial yang sebenarnya, orang-orang muda dewasa tampaknya tidak ingin memeriksa kebiasaan belanja mereka.
ADAbeberapa sisi tak terungkap dari cerita inflasi yang mengungkung warga Singapura selama tahun lalu. Teman saya,wanita 24 tahun, lajang dan berasal dari luar negeri,menjadi salah satu contoh pada sisi cerita ini.
Sebagian besar gajinya dia pakai untuk membayar sewa apartemen satu kamarnya di Novena Square. Sementara dia merasakan dampak kenaikan harga,dia tetap berusaha membeli tas tangan merek Miu Miu atau Tods sekali dalam tiga bulan.
Dia makan di luar apartemen tiap hari dan hampir selalu makan malam di sebuah restoran. Tapi,semua itu berubah setelah dia menyadari kenaikan harga-harga akibat inflasi. Seperti teman saya itu, saya juga harus mengubah kebiasaan berbelanja saya akibat tekanan inflasi.
Nyatanya saya menganggap diri saya lebih kaya dari dia. Seharusnya saya tidak perlu khawatir untuk membayar sewa atau belanja kebutuhan sehari-hari karena saya tinggal dengan orangtua saya. Jadi,apa yang harus saya lakukan setelah seporsi nasi ayam naik dari 3 dolar Singapura (sekitar Rp20.000) pada bulan lalu menjadi 4 dolar Singapura (sekitar Rp27.000) pada saat ini?
Hmm...kenaikan itu membuat saya harus berpikir ulang untuk membelinya. Tentu saja saya dan teman saya itu sangat sadar bahwa saat ini kita hidup di waktuwaktu yang tidak biasa–di April saja,inflasi mencapai 7,5%,angka yang sama terjadi pada 26 tahun lalu. Tapi,kita tampaknya satusatunya yang harus dibelit inflasi.Banyak warga Singapura, terutama yang masih muda-muda,tidak terlalu memikirkan betul dampak inflasi.
Menurut laporan Straits Timesawal bulan ini,pekan pertama Great Singapore Sale (GSS) ditandai dengan penjualan yang sangat cepat, dengan empat peritel terbesar melaporkan kenaikan penjualan 10–20% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Juru bicara produsen tas mewah dan barang-barang dari kulit Furla mengatakan, meskipun secara keseluruhan pasar masih berjalan pelan, bisnis mulai menggeliat sejak awal tahun ini.
Beberapa orang muda dewasa pun masih membeli jam tangan merek ternama seperti Rolex,Cartier,dan merek ternama lainnya,demikian menurut The Hour Glass. ”Orang muda memiliki rasa glamor yang lebih tinggi,” ungkap Jubir Furla. Beberapa konsultan finansial mengaku tidak kaget dengan banyaknya anak muda Singapura yang belum mengubah gaya belanja mereka dalam belitan inflasi yang terus naik saat ini.
”Mereka ini anak-anak muda yang punya tendensi berpikir untuk besok dan hidup untuk hari ini,yaitu pemikiran bahwa apa yang saya miliki sekarang,saya lebih suka menghabiskannya,” terang Jason Huang, penasihat keuangan di perusahaan konsultan keuangan independen. Huang juga mengatakan, banyak pemuda yang bekerja sering kali tidak punya ”dana darurat”.
Sementara banyak profesional muda tampak tidak terlalu memikirkan kenaikan harga,dampak inflasi terhadap mereka bisa jadi lebih serius dari yang mereka kira.”Inflasi mengikis kekuatan belanja mereka,kenaikan gaji dari tahun ke tahun terkikis inflasi tinggi,”ungkap ekonom UOB Ng Shing Yi. ”Dalam jangka panjang, inflasi akan memengaruhi prospek kerja mereka ketika perusahaan melakukan perampingan akibat naiknya beban biaya,”imbuhnya. (*)
Oleh: Alicia Wong
alicia@mediacorp.com.sg
'